Mahkamah Agung Republik Kyrgyzstan melakukan kunjungan kerja ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Kamis, 23 November 2016. Delegasi dipimpin langsung oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Kyrgyzstan. Aisnash Abdymanovna Tokbaeva. Delegasi diterima oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, para Ketua Kamar, Panitera Mahkamah Agung, Plt.Sekretaris Mahkamah Agung, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung. Pada pertemuan ini, Ketua Mahkamah Agung Republik Kyrgyzstan berkeinginan untuk dapat belajar lebih banyak dari system peradilan di Mahkamah Agung. Sistem peradilan di Mahkamah Agung dianggap sudah excellent untuk dapat diaplikasi pada Mahkamah Agung Republik Kyrgyzstan. Pada pertemuan ini pula, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial memaparkan mengenai system kamar, aplikasi SIMARI, SIKEP, dan SIWAS yang merupakan inovasi pada Mahkamah Agung.
“Menurut saya, system peradilan di Indonesia Excellent. Secara pribadi saya ingin mengetahui lebih banyak mengenai bagaimana system peradilan di Indonesia dan juga aplikasi-aplikasi tersebut dapat diterapkan di Mahkamah Agung Republik Kyrgyzstan. Untuk itu saya mengundang Para Pimpinan Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk studi banding dengan Mahkamah Agung Republik Kyrgyzstan.” Ungkap Aisnash Abdymanovna Tokbaeva dalam pemaparannya.
Sementara dalam sambutannya, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Dr. H.M. Syarifuddin, SH., MH menyampaikan apresiasi atas undangan tersebut. “Saya berterima kasih atas undangan ini dan tentunya saya akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para Pimpinan yang lain. Bagi Mahkamah Agung merupakan kehormatan apabila system ini dapat diadaptasi dan bermanfaat bagi Negara lain”. Pungkasnya. Acara ini diakhiri dengan saling bertukar cindera mata dan berfoto bersama.
Pada hari Rabu tanggal 19 Okbober 2016 diperingati HUT Dharmayukti Karini XIV yang mengangkat tema “Mewujudkan Dharmayukti Karini Sebagai Organisasi Yang Mandiri, Disiplin Dan Beretika” yang secara resmi dibuka oleh Ketua Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh Bapak H. Chaidir, SH., MH dan dihadiri oleh seluruh Cabang Dharmayukti Karini Se-Provinsi Aceh
Dalam memperingati HUT Dharmayukti Karini ke IV diadakan beberapa perlombaan. Pengadilan Negeri Sigli diwakili oleh Ny. Mera Fitria Masykur untuk lomba merangkai bunga dan berhasil meraih Juara I, untuk lomba merias tanpa kaca dan fashion show diwakili oleh Ny. Komariah Yusmadi, SH., MH, dan untuk Lomba dirigen Lagu Hymne dan Mars DYK diwakili oleh Elvi Suriyani.
this hyperlinkGanar Dinero en Internet | Forex | Cyberpastawhere to buy super clone watchesbuying replica watchhandyhulle mit ketteburga phone case
Selain acara tersebut, ada juga bazar yang diramaikan oleh stand pengurus masing-masing cabang Dharmayukti Karini Se-Provinsi Aceh. Acara HUT dharmayukti Karini berjalan dengan lancar dan semarak, semoga organisasi wanita peradilan ini semakin berjaya kedepannya.
Sigli, Rabu 28 September 2016 bertempat di ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Sigli dilaksanakan Pengambilan Sumpah Jabatan dan Pelantikan Bapak Syukri, S.H sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Sigli oleh Ketua Pengadilan Negeri Sigli Bapak Bakhtiar, S.H.
Sebelumnya Bapak Syukri, S.H menjabat sebagai Panitera Pengganti Lokal. Dalam sambutannya, Ketua Pengadilan Negeri Sigli menyampaikan harapannya agar Bapak Syukri, S.H yang dilantik sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Sigli dapat bekerja sama dengan para hakim dalam persidangan dan staf yang ada pada Pengadilan Negeri Sigli sehingga dapat meningkatkan kinerja Pada Pengadilan Negeri Sigli.
Acara Pengambilan Sumpah dan pelantikan dihadiri oleh seluruh hakim, pejabat struktural, dan staf Pengadilan Negeri Sigli.
blanchir coque telephonewooden phone caseelfbar 1500elf bar advent calendarelf bar strawberry icebest phone caseboeren telefoonhoesjes
Jakarta-Humas, Hari ini Jum’at 19 Agustus 2016 merupakan hari yang bersejarah bagi Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya memperingati Hari Jadi Mahkamah Agung RI yang ke 71, yang di Pimpin langsung Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. M Hatta Ali, SH., MH. dihalaman depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta. Dengan diikuti oleh para Pimpinan, Hakim Agung, para Pejabat eselon I sampai IV dan seluruh pegawai pada lingkungan Mahkamah Agung serta Pengurus dan anggota Dharmayukti Karini Mahkamah Agung dan para Pejabat Pengadilan Tingkat Banding dan Pertama dari Empat lingkungan Peradilan Se Wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Prosesi upacara diawali dengan penghormatan umum kepada Pembina Upacara kemudian laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara di lanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Pasukan Pengibar Bendera.
Mengheningkan cipta di pimpin Pembina Upacara, dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pancasila oleh Pembina Upacara yang di ikuti oleh seluruh peserta upacara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam mengawali sambutannya Ketua MA Hatta Ali menjelaskan sejarah Hari jadi Mahkamah Agung yang ditetapkan pada tanggal 19 Agustus seiring dengan pengangkatan Prof. Dr. Mr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung RI yang pertama oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Agustus 1945. Kemudian Hari Jadi ini diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI KMA/043/SSK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung.
Hatta Ali juga menegaskan dalam era negara demokrasi modern saat ini, kepercayaan publik/masyarakat terhadap lembaga publik sangatlah penting. Kepercayaan masyarakat sebagai pemegang kedaulatan negara kepada lembaga peradilan sudah sepatutnya dibalas dengan kinerja yang amanah dengan menunjukkan kinerja yang profesional dan berintegritas.
(sumber : https://mahkamahagung.go.id/id)
Pada pagi hari ini Mahkamah Agung RI beserta badan peradilan dibawahnya telah melaksanakan Upacara serentak dalam rangka hari jadi Mahkamah Agung RI ke 71. Seperti tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan Upacara Hari Jadi Mahkamah Agung RI di wilayah Aceh dipusatkan di Mahkamah Syar’iah Aceh, dengan dihadiri oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Wakil Ketua Mahkamah Syar’iah Aceh, Para Hakim Tinggi PT Aceh dan MS Aceh, Panitera dan Sekretaris PT Aceh dan MS Aceh, Ketua Pengadilan Negeri Banda aceh, Ketua Mahkamah Syar’iah Banda Aceh, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh, Kepala Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh, Para Hakim Tk. Pertama 4 Lingkungan Peradilan, Para Pejabat Struktural dan fungsional dari 4 Lingkungan Peradilan, dan seluruh staf dari Pengadilan Tinggi Aceh, Mahkamah Syar’iah Aceh, Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh, Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh, Pengadilan Negeri Banda Aceh, dan Mahkamah Syar’iah Banda Aceh.
Di hari jadi tahun ini sesuai dengan tema yang diusung Mahkamah Agung RI, “PENGUATAN AKUNTABILITAS PERADILAN DALAM RANGKA MENGGAPAI KEMBALI KEPERCAYAAN PUBLIK” Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Aceh H. CHAIDIR, SH, MH selaku inspektur upacara menyampaikan amanat Ketua Mahkamah Agung RI. Didalam Amanat tersebut Ketua Mahkamah Agung RI mengamanahkan 2 (dua) hal diantaranya,”Pertama, segenap aparatur peradilan mampu menjaga perilakunya”, “Kedua, Pengadilan tingkat banding dapat melaksanakan tugasnya menjadi kawal depan (voorpost) Mahkamah Agung dalam menerapkan dan mengawasi kebijakan Mahkamah Agung”. Di akhir amanatnya yang dibacakan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Ketua Mahkamah Agung RI menyampaikan, “..sebagai warga negara dan warga Mahkamah Agung dalam momen peringatan proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Jadi Mahkamah Agung ke 71, saya ucapkan selamat berulang tahun kepada Negara Indonesia dan Lembaga Mahkamah Agung RI. Mari kita bersama-sama bertekad untuk membangun Negara dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan yang kita cintai. Sebagai warga Mahkamah Agung kita harus bangga atas tanggung jawab kita masing-masing untuk dapat melayani masyarakat sepenuh hati dalam rangka menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia secara seutuhnya, dengan berbuat kebaikan dan kebenaran. semoga Allah SWT meridhoi segala upaya kita ini. Aamiin.
Sigli, Jumat 19 Agustus 2016 dilaksanakan Upacara memperingati Hari Jadi Mahkamah Agung RI Ke-71. Upacara dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri Sigli Bapak BAktiar, S.H selaku inspektur upacara. Upacara peringatan Hari Jadi Mahkamah Agung RI Ke-71 di lingkungan Pengadilan Negeri Sigli dikuti oleh seluruh Hakim, Pejabat Fungsional dan seluruh staf yang berada dilingkungan Pengadilan Negeri Sigli.
Di hari jadi tahun ini sesuai dengan tema yang diusung Mahkamah Agung RI, “PENGUATAN AKUNTABILITAS PERADILAN DALAM RANGKA MENGGAPAI KEMBALI KEPERCAYAAN PUBLIK” Bapak Ketua Pengadilan Negeri Sigli Bakhtiar, SH, selaku inspektur upacara menyampaikan amanat Ketua Mahkamah Agung RI. Didalam Amanat tersebut Ketua Mahkamah Agung RI mengamanahkan 2 (dua) hal diantaranya,”Pertama, segenap aparatur peradilan mampu menjaga perilakunya”, “Kedua, Pengadilan tingkat banding dapat melaksanakan tugasnya menjadi kawal depan (voorpost) Mahkamah Agung dalam menerapkan dan mengawasi kebijakan Mahkamah Agung”. Di akhir amanatnya yang dibacakan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Ketua Mahkamah Agung RI menyampaikan, “..sebagai warga negara dan warga Mahkamah Agung dalam momen peringatan proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Jadi Mahkamah Agung ke 71, saya ucapkan selamat berulang tahun kepada Negara Indonesia dan Lembaga Mahkamah Agung RI. Mari kita bersama-sama bertekad untuk membangun Negara dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan yang kita cintai. Sebagai warga Mahkamah Agung kita harus bangga atas tanggung jawab kita masing-masing untuk dapat melayani masyarakat sepenuh hati dalam rangka menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia secara seutuhnya, dengan berbuat kebaikan dan kebenaran. semoga Allah SWT meridhoi segala upaya kita ini. Aamiin.
wildflower phone caseselfbar 5000personalisierte handyhulleaction telefoonhoesjes
JAKARTA-HUMAS. Ketua Mahkamah Agung RI, Prof. DR. H. Muhammad Hatta Ali, SH., MH. Senin (17/8) pagi tepat pada pukul 07.30 WIB menjadi Pembina Upacara dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Negara Republik Indonesia ke-71 dihalaman depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta. Dengan diikuti oleh para Pimpinan, Hakim Agung, para Pejabat eselon I sampai IV dan seluruh pegawai pada lingkungan Mahkamah Agung serta Pengurus dan anggota Dharmayukti Karini Mahkamah Agung.
Prosesi upacara diawali dengan penghormatan umum kepada Pembina Upacara kemudian laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara di lanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih oleh Pasukan Pengibar Bendera. Mengheningkan cipta di pimpin Pembina Upacara, dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pancasila oleh Pembina Upacara yang di ikuti oleh seluruh peserta upacara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Panca prasetya Korpri.
Pada kesempatan ini, Ketua MA Hatta Ali secara simbolis menyematkan tanda jasa “Satyalancana Karya Satya” 30 tahun Kepada Prof. DR. Surya Jaya, SH., M.HUM. (Hakim Agung Mahkamah Agung), Satyalancana Karya Satya 20 tahun kepada DR. Irfan Fachruddin, SH., CN. (Hakim Agung Mahkamah Agung) dan Satyalancana Karya Satya 10 Tahun Kepada Budi Setioko, SH., MH. (Kepala Seksi Mutasi I Panitera dan Jurusita pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung) sesuai dengan SK Presiden Nomor : 61/TK/TAHUN 2016, tanggal 09 Agustus 2016.
Ketua MA juga memberikan Piagam “Satya Karya” Dwiwindu kepada Farida Aryati, SH. Analis Kepegawaian Pertama pada Biro Kepegawaian Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung dan “Sewindu” kepada Ary Kuswantoro, SH. Pengadministrasi pada Biro Kepegawaian Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung, sebagaimana tertuang dalam SK KMA Nomor : 95/KMA/SK/V/2016, tanggal 26 Mei 2016.
(sumber : https://mahkamahagung.go.id/id)
1. Pengantar
Sejak Tahun 2011 melalui Keputusan No. 142/KMA/SK/IX/2011 Tahun 2011, Ketua Mahkamah Agung telah memberlakukan sebuah kebijakan pemberlakuan sistem kamar pada Mahkamah Agung. Dengan sistem kamar ini hakim agung dikelompokan ke dalam lima kamar yaitu perdata, pidana, agama,tata usaha negara dan militer. Hakim agung masing-masing kamar pada dasarnya hanya mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam lingkup kewenangan masing-masing kamar. Hakim agung kamar perdata hanya mengadili perkara perdata saja dan hakim agung kamar pidana hanya mengadili perkara pidana saja.Demikian pula hakim agung kamartata usaha negara hanya mengadili perkara tata usaha negara.Pada masa lalu sebelum sistem kamar berlaku, hakim agung lingkungan tata usaha negara juga mengadili perkara-perkara perdata atau majelis hakim agung – lazimnya terdiri atas seorang ketua dan dua orang anggota – yang kesemuanya berasal dari lingkungan peradilan agama dapat mengadili perkara perdata. Dengan system kamar, tidak lagi diperkenankan majelis hakim agung yang kesemuanya berasal dari lingkungan peradilan agama mengadili perkara perdata, tetapi seorang hakim agung dari lingkungan peradilan agama hanya dapat menjadi anggota majelis atau ketua majelis untuk mengadili perkara perdata bersama-sama dengan dua hakim agung lain dalam kamar perdata. Mengapa hakim agung dalam kamar agama masih dibolehkan mengadili perkara perdata didasari oleh pertimbangan bahwa jumlah perkara perdata sangat besar sedangkan jumlah hakim agung dalam kamar perdata masih belum mencukupi untuk mampu mengadili perkara secara tepat waktu sehingga masih memerlukan bantuan tenaga dari kamar lain, yaitu hakim agung kamar agama yang jenis perkara yang diadili masih berdekatan dengan jenis perkara dalam kamar perdata. Demikian pula, hakim agung kamar militer dapat ditugaskan untuk mengadili perkara dalam kamar pidana karena masih terdapat kedekatan jenis perkaranya. Bantuan tenaga untuk kamar perdata dan kamar pidana dari kamar-kamar lain yang jenis perkaranya mirip masih diperlukan karena jumlah perkara kasasi perdata dan pidana yang diajukan ke Mahkamah Agung setiap tahunnya lebih tinggi daripada kamar-kamar lainnya, sehingga jumlah tunggakan perkara dapat ditekan.
Penempatan hakim agung dalam sebuah kamar didasarkan pada keahlian mereka.Keahlian antara lain dapat dilihat dari bidang studi ilmu hukum yang dikaji ketika mengambil program S2 atau S3 atau pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti. Penempatan hakim agung karir yang berasal dari lingkungan peradilan umum ke dalam kamar perdata atau kamar pidana pada dasarnya merupakan diskresi dari Ketua Mahkamah Agung Ketua Mahkamah Agung dengan melihat rekam jejak seorang hakim agung dapat menentukan kamar yang tepat dan sesuai bagi seorang hakim agung. Setiap kamar dipimpin oleh Ketua Kamar yang sebelum sistem kamar diberlakukan disebut juga sebagai Ketua Muda.Meskipun kebijakan pemberlakukan sistem kamar ini secara formal dicanangkan pada tahun 2011, implementasinya dilakukan secara bertahap.
2. Mengapa Perlu Sistem Kamar
Salah satu kritik yang dialamatkan pada Mahkamah Agung olehpara pencari keadilan pada umumnya dan para pemerhati peradilan pada khususnya adalah bahwa putusan-putusan majelis hakim agung dalam perkara-perkara kasasi atau PK yang permasalahan hukumnya sejenis atau serupa ternyata putusannya berbeda. Pada hal Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan tertinggi kehakiman yang melalui putusan-putusannya diharapkan mampu memberikan arahan atau panduan kepada pengadilan di bawahnya dalam memutus permasalahan hukum. Namun , fungsi ini tidak dapat sepenuhnya dijalankan sehingga muncul ungkapan Mahkamah Agung dengan pelbagai wajah aliran putusan dalam perkara-perkara sejenis. Permasalahan ini disadari oleh pimpinan Mahkamah Agung sehingga upaya untuk mengatasinya menjadi salah satu agenda dalam program pembaruan peradilan sebagaimana tercantum dalam “Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2014.
Terjadinya perbedaan putusan untuk perkara-perkara kasasi yang permasalahan hukumnya sejenis atau serupa dapat terjadi karena banyaknya jumlah perkara kasasi yang diajukan kepada Mahkamah Agung sehingga perkara-perkara itu harus diadili oleh beberapa majelis hakim agung. Tiap majelis hakim agung yang biasanya terdiri atas seorang ketua dan dua orang anggota majelis bekerja secara terpisah atau mandiri. Berbeda dengan Mahkamah Konstitusi yang tiap perkara diadili oleh pleno hakim konstitusi sehingga keteraturan dan konsistensi relatif dapat dijaga. Oleh sebab itu, adalah alamiah jika antara satu majelis dengan majelis lainnya pada Mahkamah Agung dalam mengadili perkara-perkara yang sejenis ternyata putusannya berbeda karena praktik hukum pada dasarnya mengandalkan interpretasi terhadap norma hukum dan fakta yang terungkap dalam persidangan. Selain itu, rumusan ketentuan atau norma undang-undang yang sering ambigu sehingga menimbulkan multi interpretasi atau adanya pertentangan antar norma, atau norma yang tidak tuntas telah mendorong lahirnya pelbagai putusan di pelbagai tingkatan yang tidak mencerminkan konsistensi atau keteraturan hukum yang tentunya mengecewakan para pencari keadilan.
Meskipun perbedaan putusan hakim agung dapat terjadi karena faktor alamiah interpretasi, ketidakjelasan rumusan norma atau pertentangan antar norma dalam peraturan perundang-undangan, kenyataan ini tidak dapat dibenarkan dari sudut ilmu hukum sebab hukum yang mengatur masyarakat semestinya memiliki karakter yang sama dengan hukum fisika, yaitu mengandung sebuah keteraturan atau keajegan atau kepastian. Adalah menjadi tugas hakim untuk membuat jelas norma yang tidak jelas melalui putusan atas sebuah perkara. Hukum fisika selalu memperlihatkan adanya keteraturan dan kepastian, misalkan air jika dipanaskan pasti mendidih dan menguap atau air jika mencapai derajad terendah tertentu pasti membeku. Dimana pun dan kapan pun, air akan memperlihatkan sifat-sifat seperti itu. Hukum yang mengatur masyarakat atau perilaku subjek hukum semestinya juga memiliki sifat keteraturan, keajegan dan kepastian itu. Misalkan, jika asas hukum mengatakan bahwa setiap pembeli benda tidak bergerak yang beriktikad baik wajib memperoleh perlindungan hukum, walaupun ternyata belakangan diketahui bahwa penjual bukan pihak yang berhak atas benda yang diperjual belikan, maka semua majelis hakim dalam berbagai tingkat peradilan wajib menerapkan asas ini dalam mengadili perkara-perkara yang salah satu atau lebih pihaknya dianggap sebagai pembeli beriktikad baik. Adalah menjadi tugas majelis hakim agung untuk mengoreksi atau memperbaiki putusan hakim bawahan jika ternyata putusan hakim bawahan telah melanggar asas hukum perlindungan terhadap pembeli beriktikad baik.Sebaliknya, jika dalam sebuah perkara pembeli beriktikad baik dilindungi tetapi dalam perkara lainnya pembeli beriktikad baik tidak memperoleh perlindungan hukum, maka dalam situasi seperti ini terjadi ketidakadilan dan ketidakpastian hukum, atau ketidakteraturan hukum sebaliknya yang terjadi adalah kekacauan hukum.
Di dalam tradisi “common law” keteraturan, keajegan, keadilan dan kepastian hukum dibangun dengan merujuk prinsip stare decisis yaitu “like cases should be decided alike” (perkara yang sejenis atau mirip harus diputus dengan putusan yang mirip pula). Berdasarkan prinsip stare decisis, hakim dalam mengadili sebuah perkara harus mempedomani precedent, yaitu putusan hakim yang lebih tinggi yang telah membuat putusan atas kasus yang serupa pada masa lalu. Meskipun sistem hukum Indonesia tidak menganut doktrin stare decisis tetapi terjadinya perbedaan putusan dalam perkara-perkara yang mirip atau serupa tidak dapat dibenarkan pula karena hal itu bertentangan dengan rasa keadilan, kepastian hukum dan keteraturan hukum. Di dalam sistem hukum Eropa Kontinental, dikenal konsep yang disebut “legal uniformity” (kesatuan hukum). Sistem Peradilan Indonesia yang merupakan penganut sistem hukum Eropa Kontinental tentu harus pula membangun kesatuan hukum agar hukum Indonesia, khususnya praktik peradilan Indonesia menghasilkan putusan yang konsisten atau teratur sehingga rasa keadilan dan kepastian hukum dapat mewujud.
3. Rapat Pleno Kamar: Forum Menyatukan Pandangan Hukum Para Hakim Agung
Sejak pemberlakuan sistem kamar pada Mahkamah Agung, masing-masing kamar secara periodik menyelenggarakan rapat pleno kamar.Rapat pleno kamar berfungsi sebagai forum bagi para hakim agung untuk membahas penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum yang belum ada kesamaan pendapat di antara para hakim agung.Di dalam rapat pleno ini, para hakim agung berdebat atau adu pendapat untuk mencapai kesatuan pendapat atau pandangan hukum tentang penyelesaian sebuah permasalahan hukum. Pada kenyataannya adalah tidak mudah bagi para hakim agung menyatukan pendapat. Ketidakmudahan untuk mencapai kesatuan pendapat bersumber dari adanya pandangan bahwa setiap majelis atau bahkan setiap hakim agung yang memeriksa dan memutus perkara pada dasarnya adalah mandiri (independent). Pandangan bahwa hakim adalah mandiri memang mengandung sebuah kebenaran dan keniscayaan, tetapi jika nilai dasar kualitas hakim itu digunakan sebagai dasar untuk penolakan upaya mencapai suatu kesatuan pendapat hukum, maka argumen itu dapat membahayakan upaya mewujudkan kesatuan hukum dalam sistem peradilan Indonesia. Kemandirian hakim mesti diartikan sebagai hakim bebas dari pengaruh lain pada waktu mengadili sebuah perkara. Sebaliknya, perdebatan dalam kamar adalah upaya mencapai kesepakatan pendapat terhadap norma yang masih kabur, penuh multi tafsir, terlalu umum perlu eloborasi, atau pertentangan norma dalam undang-undang. Misalkan, kembali kepada contoh terkait asas hukum bahwa pembeli beriktikad baik harus dilindungi, semua hakim agung atau hakim pada umumnya mengakui asas tersebut karena sudah turun temurun dikuliahkan oleh para dosen di fakultas hukum sejak dulu, tetapi persoalan yang muncul adalah pada detilnya, yaitu apakah kriteria pembeli beriktikad baik. Oleh karena itu, dalam sebuah majelis mungkin saja terdapat kesamaan pendapat dalam hal konsep umum tetapi berbeda pendapat dalam hal elaborasi atau detilnya. Rapat pleno kamar diharapkan dapat menjembatani para hakim agung untuk mencapai kesamaan pendapat tidak saja dalam hal konsep dasar tetapi juga detil atau perwujudan atau eloborasi dari konsep dasar itu. Namun demikian, kekuatan mengikat putusan kamar terhadap setiap hakim agung adalah bersifat moral dan tidak ada konsekuensi hukum apapun, sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 142/KMA/SK/IX/2011 pada angka 8: ”Putusan Rapat Pleno Kamar sedapat-dapatnya ditaati oleh majelis hakim.”
Ketidakmudahan lain untuk mempersamakan pendapat hakim agung bersumber pada putusan-putusan terdahulu yang tidak dapat diakses dengan mudah melalui website Mahkamah Agung karena tidak semua putusan-putusan terdahulu yang mengandung pandangan hukum berbeda berbeda atas permasalahan hukum yang sama telah diungguh ke dalam website atau tersedia dalam bentuk kopi lunak. Untuk mempersatukan pendapat di antara para hakim agung yang sekarang tentu diperlukan untuk membaca dan memahami “reason” dalam putusan-putusan dari majelis-majelis hakim agung terdahulu, sehingga dengan demikian hakim agung generasi sekarang dapat mengambil sikap atau pandangan atas pandangan yang berbeda di antara para pendahulu. Oleh sebab itu, keberhasilan sistem kamar perlu didukung oleh manajemen peradilan berbasis teknologi. Selain itu, teknologi informasi juga diperlukan untuk mengakses perkembangan terbaru peraturan perundang-undangan dan ringkasan karya-karya atau pandangan hukum para sarjana yang mungkin relevan digunakan untuk menjadi rujukan dalam putusan. Terlepas dari adanya tantangan-tantangan untuk mencapai kesatuan pendapat para hakim agung, sejak pemberlakuan sistem kamar, masing-masing kamar telah menghasilkan kesepakatan tentang kaidah-kaidah hukum atas sejumlah permasalahan hukum yang telah dipublikasikan oleh Sekretariat Kepaniteraan Mahkamah Agung, sehingga hakim bawahan dan masyarakat pencari keadilan atau masyarakat pada umumnya dapat memahami rumusan kaidah hukum hasil rapat kamar. Fakta ini tentunya merupakan sebuah kemajuan dalam kaitan dengan upaya membangun sebuah kesatuan hukum (legal uniformity).
4. Rapat Pleno Antar Kamar
Tantangan bagi sistem peradilan Indonesia menghasilkan kesatuan hukum adalah juga bersumber pada sistem peradilan Indonesia yang mengenal lebih dari satu lingkungan peradilan. Oleh karena itu, tidak jarang permasalahan hukum yang terjadi berada pada titik singgung kewenangan mengadili antara dua lingkungan peradilan, misalkan antara peradilan umum dan peradilan agama terkait budel waris yang telah dijual atau titik singgung antara peradilan umum dan peradilan tata usaha negara terkait sengketa kepemilikan dan keputusan tata usaha negara tentang bukti kepemilikan. Untuk mengatasi permsalahan titik singgung kewenangan antar dua lingkungan peradilan ini, rapat pleno kamar diadakan.
5. Penutup
Terjadinya perbedaan putusan-putusan majelis hakim agung untuk perkara-perkara yang mengandung permasalahan hukum sejenis atau serupa merupakan hambatan bagi terwujudnya keadilan dan kepastian hukum. Sistem kamar merupakan upaya untuk mengatasi hambatan itu sehingga sistem peradilan Indonesia dapat mewujudkan kesatuan hukum. Kesatuan hukum diperlukan karena para pencari keadilan dalam berbagai perkara akan memperoleh penyelesaian yang serupa untuk permasalahan hukum yang serupa sehingga terdapat perlakuan sama. Agar sistem kamar dapat memenuhi fungsinya, diperlukan pula dukungan manajemen perkara yang berbasis teknologi guna mengakses putusan-putusan terdahulu serta perkembangan peraturan perundang-undangan dan ringkasan karya-karya tulis para sarjana. Satuan Kerja di bawah Mahkamah Agung, terutama Pusat Penelitian Pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan Pelatihan Hukum dan Peradilan perlu meneliti dan mengkaji pula secara periodik untuk mengetahui sejauhmana kesatuan hukum telah dapat diwujudkan sejak pemberlakuan sistem kamar.
Bertempat di Ruang Sidang Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh, dengan dihadiri Wakil Ketua, Hakim Tinggi dan Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional serta Sekretaris Pengadilan Negeri se-provinsi Aceh, Ketua Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh Bapak Chaidir, SH, MH mengambil sumpah dan melantik Filizar, SH, MH sebagai Sekretaris Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh. Dalam sambutannya Bapak Chaidir menyampaikan harapan kepada Sekretaris yang baru dilantik untuk dapat bekerjasama dan tak segan-segan untuk meminta masukan-masukan kepada panitera dalam hal pelaksanaan tugas sehari-hari di PT Banda Aceh.
Diakhir acara Ketua Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh mengucapkan selamat atas jabatan baru yang diembannya, semoga kedepannya mendapat hasil yang lebih baik untuk Pengadilan Tinggi/Tipikor Banda Aceh. Disaat yang sama Wakil Ketua dengan diikuti Hakim Tinggi, Pejabat Struktural, Pejabat Fungsional, Sekretaris Pengadilan Negeri Se-Provinsi Aceh dan para undangan memberikan ucapan selamat kepada Filizar, SH, MH sebagai Sekretaris yang baru.
Jakarta – Humas: Rabu, 10/8/2016, Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. M Hatta Ali, SH., MH melantik delapan (8) Panitera Pengganti bertempat digedung Tower lantai 2. Adapun ke delapan Panitera Pengganti yang dilantik adalah :
1. Achmad Rifai, SH., MH
2. Dr. Iman Luqmanul Hakim, SH., M.Hum
3. Muhammad Eri Justiansyah, SH
4. Rut Endang lestari, SH
5. Rozy Yhond Roland, SH., MH
6. Sri Indah Rahmawati, SH
7. Faisal Akbaruddin Taqwa, SH., LL.M
8. Yustiar Nugroho, SH
Hadir dalam acara tersebut, Wakil ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial dan Non Yudisial, Para Ketua Kamar, Pejabat Eselon I, II, III serta para Panitera Pengganti yang ada dilingkungan Mahkamah Agung.