SOBANDI
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung
Pendahuluan
Mahkamah Agung (MA) selama 10 tahun terakhir telah melaksanakan transformasi digital untuk “memanjakan” masyarakat dalam mengakses layanan pengadilan. Sebut saja e-court dan e-Berpadu yang disediakan oleh MA bagi masyarakat untuk mengkases keadilan kapan saja, dimana saja, dan biaya yang murah. Pimpinan MA memberikan apresiasi atas perubahan tersebut seraya “bermimpi” kiranya akan terjadi pula perubahan pada budaya kerja dari seluruh aparatur peradilan.
Dalam hal kedua perubahan dimaksud “ada” di MA maka tidaklah berlebihan jika dinyatakan bahwa MA telah berhasil menjadikan lembaga peradilan sebagai epicentrum of justice, suatu tempat yang melahirkan keadilan yang selama ini “didam-idamkan” oleh masyarakat, pencari keadilan. Oleh karena itu, Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H.,M.H., Ketua MA saat ini meminta seluruh aparatur peradilan untuk berlomba-lomba menciptakan inovasi pelayanan berbasis Teknologi Informasi (TI) yang bermanfaat bagi masyarakat. “Berkreasilah, ciptakan yang terbaik, jika inovasi itu bagus dan bermanfaat, bisa dijadikan aplikasi nasional”, begitulah pesan dalam pidato Beliau.
Sebagaimana kita ketahui bersama, TI memberikan kemudahan di hampir seluruh sektor kehidupan belakangan ini. Tidak hanya merambah dunia industri dan usaha, kemudahan ini juga “menembus dinding” sektor pemerintahan yang mendorong sisi birokrasinya untuk merubah diri menjadi efisien dan sederhana. Beginilah situasi dan kondisi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia saat ini, yang seolah-olah memiliki kemampuan untuk menerka secara akurat (disrupsi) tentang pemenuhan kebutuhan di masa mendatang. Pertanyaannya, apakah MA dapat menerka apa kebutuhan masyarakat dalam dunia peradilan di masa depan dan bagaimana cara untuk memenuhinya?
Disrupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disrupsi memiliki arti hal yang tercabut dari akarnya. Apabila ditarik ke fenomena saat ini maka disrupsi diartikan sebagai keadaan dimana terjadi suatu perubahan yang besar, yang menyebabkan berubahnya sebagian besar atau bahkan keseluruhan tatanan dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan dalam KBBI, Era Disrupsi adalah masa dimana perubahan-perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya inovasi yang begitu hebat sehingga mengubah sistem dan tatanan kehidupan masyarakat secara luas. Kata disrupsi ini pertama kali diperkenalkan oleh Clayton Christensen melalui bukunya yang berjudul The Innovator’s Dilemma, pada tahun 1997.
Rhenald Kasali pada tahun 2017 menulis Buku berjudul “Disruption: Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Uber”. Menurut Rhenald, Disruption is a theory to predict the future, where the new things (distruptive) make the old ones obsolete (Terjemahan: Disrupsi adalah sebuah teori untuk memprediksi masa depan, dimana hal-hal baru menjadikan yang lama menjadi kuno). Perubahan yang begitu cepat melahirkan berbagai terobosan di banyak bidang, yang memberikan solusi efektif dan ekonomis terhadap permasalahan yang dihadapi oleh banyak orang. Beliau mencontohkan perubahan dunia bisnis transportasi pasca lahirnya Uber. Uber mampu menjawab kebutuhan banyak orang untuk mendapatkan trasnportasi dengan cara yang mudah serta murah. Model bisnis yang kebanyakan menggunakan aplikasi ini mampu memangkas banyak biaya sehingga membuat harga produk dan jasa menjadi lebih murah. Sebuah pasar baru dari masyarakat kelas bawah pun mulai terbentuk karena harga yang ditawarkan relatif lebih murah dengan kualitas yang tidak kalah.
Terdapat sejumlah peristiwa disrupsi belakangan ini. Sekarang kita mengenal go-jek yang mampu melayani kebutuhan calon penumpangnya yang tersebar luas dan menyediakan layanan jasa lain seperti pesan makanan, jasa pijat, jasa pindahan dan lain-lain yang menyebabkan ojek pangkalan (opang) terdisrupsi. Berikutnya, Grab mendisrupsi keberadaan perusahaan-perusahaan taksi, bahkan mampu melemahkan perusahaan sekelas Bluebird perusahaan taksi terbesar dan terkenal di Indonesia. Di bidang perdagangan barang, Tokopedia dan Shopee, telah mempermudah pemasok-pemasok kecil bergabung menyediakan semua kebutuhan konsumen dan banyak diantara kita yang sudah terbiasa belanja di kedua toko online tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan supermarket konvesional terdisrupsi. Pasar lainnya adalah perubahan telegraf menjadi telepon, menjadi ponsel, kemudian menjadi smartphone adalah peristiwa disruption.
Disrupsi di Bidang Peradilan
Perubahan yang terjadi secara massive dimulai sejak munculnya revolusi industri 4.0 yang dikaitkan pada kemajuan teknologi dalam berbagai kegiatan masyarakat sehari-hari. Menurut Cowan Schwartz dalam buku Mathias Klang yang berjudul Disruptive Technology: Effect of Technology Regulation on Democracy (2006), disrupsi teknologi akan berdampak pada keadaan sosial yang ada di sekitarnya. Hal ini menuntut manusia untuk segera beradaptasi, agar tidak tertinggal oleh perubahan yang terjadi sedemikian cepat. Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan telah meminta kementerian dan lembaga negara untuk bersiap menghadapi disrupsi dengan menciptakan berbagai inovasi. Kecepatan teknologi dan informasi menuntut reformasi Birokrasi pemerintahan. Karenanya efek disrupsi dirasakan merambah ke berbagai pola kerja Birokrasi dan sistem pemerintahan. Kemajuan teknologi diharapkan dapat mewujudkan terciptanya pemerintahan yang bersih, akuntabel dan efisien.
Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi memiliki peran yang besar untuk dapat melakukan berbagai inovasi yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Sejak tahun 2018 sebelum pandemi copid 19, Mahkamah Agung mengeluarkan kebijakan administrasi perkara di pengadilan secara elektronik dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018, yang kemudian disempurnakan melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2019 tentang administrasi perkara dan persidangan di pengadilan secara elektronik yang kemudian dirubah dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022, bertujuan untuk memenuhi azas peradilan yaitu sederhana, cepat dan biaya ringan. PERMA ini merupakan landasan dari implementasi aplikasi e-Court di dunia peradilan Indonesia. E-Court adalah sebuah instrument pengadilan sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat dalam hal pendaftaran perkara secara online (e-filing), taksiran dan pembayaran panjar biaya secara online (e-payment), , pemanggilan secara online (e-summons) dan persidangan secara online (e-litigation), mengirim dokumen persidangan (jawaban, replik, duplik, dan kesimpulan). Keberadaan aplikasi e-Court diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, pelayanan terkait perkara yang dilakukan secara online tentunya dapat menghemat waktu dan biaya para pencari keadilan. Contoh nyata peran jurusita pengadilan yang dahulu menggunakan relaas panggilan dan pemberitahuan putusan terdisrupsi oleh e-summons dan kemudian oleh pos tercatat dengan biaya lebih murah dan lebih cepat.
Inovasi berikutnya adalah Elektronik Berkas Pidana Terpadu yang disingkat e-BERPADU melalui kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2022 merupakan aplikasi yang meliputi berbagai macam pelayanan, berupa pelimpahan berkas perkara pidana secara elektronik, permohonan izin/persetujuan penyitaan secara elektronik, permohonan izin/persetujuan pengeledahan secara elektronik, perpanjangan penahanan secara elektronik, permohonan pembantaran penahanan secara elektronik, permohonan peangguhan secara elektronik, permohonan izin besuk tahanan secara elektronik, permohonan pinjam pakai barang bukti secara elektronik, permohonan penetapan diversi secara elektronik dan persidangan perkara pidana secara elektronik (e–criminal). Aplikasi ini bertujuan membantu dan memberikan kemudahan bagi pelaksanaan tugas pengadilan dan aparat penegak hukum terkait dalam rangka menyelenggarakan proses peradilan bagi para pihak. Aplikasi e-BERPADU tidak hanya digunakan dan dimanfaatkan oleh MA, melainkan juga digunakan dan dimanfaatkan oleh penyidik kepolisian, kejaksaan, KPK, dan penyidik lain seperti BNN atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), pentuntut umum kejaksaan dan KPK, Lembaga Pemasyakatan (LP)/Rumah Tahanan (Rutan), terdakwa atau keluarganya, advokat dan masyarakat umum lainnya terutama masyarakat pencari keadilan.
Peristiwa disrupsi pengadilan selanjutnya adalah Smart Majelis, aplikasi robotika berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk memilih majelis hakim secara otomatis, dengan menggunakan berbagai faktor antara lain pengalaman, kompetensi dan beban kerja hakim, mempertimbangkan jenis perkara yang akan diadili agar para hakim yang dipilih memiliki keahlian yang sesuai dengan perkara yang ditangani. Selain itu ada pula Court live streaming, yakni aplikasi yang memungkinkan masyarakat untuk menyaksikan pembacaan amar putusan kasasi dan penijauan kembali secara langsung melalui live streaming.
Faktor Pendukung Terjadinya Disrupsi Peradilan
Terdapat beberapa faktor penting yang menjadi pendorong terjadinya disrupsi. Pertama, pemimpin yang open minded. Mengutip pernyataan Steve Jobs, “kalau perekonomian masih tumbuh, sementara usaha anda mengalami kemunduran, itu pertanda ada lawan-lawan baru yang tidak terlihat, temukanlah, gunakan ilmunya untuk menciptakan sesuatu yang baru”. Kedua, operator/pelaksana yang milenial new mindset. Peter Drucker berpandangan bahwa new technology X oldminset = fail, gelombang ketiga atau era milineal sebuah komunitas global elektronik saat manusia begitu mudah menjangkau segala jasa dan informasi tanpa batas dan membangun komunitasnya, berinteraksi bukan berdasarkan jarak geografi melainkan karena kesamaan minat. Ketiga, kebijakan/regulasi yang mendukung disruption. Terkait hal ini Mark Zuckerberg memberikan pernyataan bahwa, “sukses pada kemampuan kita menyelaraskan iteration (membuat hal lama menjadi lebih baik – doing the some thing), innovation (membuat hal-hal baru – doing the new thing), disruption (membuat banyak hal baru sehingga yang lama menjadi ketinggalan, kuno dan tidak terpakai (doing the differently-so others will be absolute). Keempat, konsumen atau masyarakat. Pemimpin dan operator/pelaksana harus memahami apa yang disebut pain (penderitaan) dan gain (manfaat yang dicari). Keluhan pengacara kondang Hotman Paris yang menunggu jadwal persidangan berjam-jam lamnya terjawab dengan e-litigation, beliau tidak harus datang ke pengadilan hanya untuk menyerahkan surat jawaban atas gugatan. Kelima, sarana prasarana Teknologi Informasi (TI) yang mumpuni. kelima faktor tersebut merupakan elemen-elemen penting dalam mendorong suksesnya disrupsi.
Apabila kelima faktor dimaksud selanjutnya kita aplikasikan ke dalam terjadinya disrupsi di MA maka faktor nomor 2 masih menjadi kendala. Infrastruktur di MA melalui aplikasi berbasis teknologi informasi yang lengkap tentunya tidak dapat berjalan baik tanpa adanya operator, yakni sumber daya manusia yang cakap dan menguasai teknologi. Kebutuhan akan sumber daya tersebut juga bersifat full time, mengingat layanan peradilan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja selama berlakunya jam kerja pengadilan. Dr. H. Sunarto, S.H.,M.H., WKMA Bidang Yudisial sekaligus sebagai Plt. WKMA Bidang Non Yudisial menyampaikan bahwa, “kita berada di era Revolusi Industri 5.0 (Society 5.0), bersandingnya manusia dan teknologi informasi agar berjalan beriringan, mengutip Dory Reiling (hakim Belanda) Artificial Intelegence (AI) mampu membantu individu, pihak yang berperkara, dan hakim dalam mengatur informasi namun Artificial Intelegence tidak dapat menggantikan peran hakim karena hakekatnya Artificial Intelegence hanya dapat membantu dalam memberikan nasehat dan saran saja.
Dalam menghadapi fenomena disrupsi, Hakim dan aparatur peradilan selaku operator/pelaksana, tidak boleh meninggalkan 10 prinsip pedoman perilaku hakim adil, jujur, arif bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjungjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati, profesional dan 7 nilai utama peradilan, kemandirian kekuasaan kehakiman, integritas dan kejujuran, akuntabilitas, responsibilitas, keterbukaan, ketidak berpihakan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum. Untuk menjaga agar hakim dan aparatur peradilan memegang teguh dan mengamalkan 10 prinsip dan 7 nilai utama tersebut harus diperhatikan faktor keamanan dan kesejehteraan mereka agar tidak terancam atau tergoda oleh kekuasaan lain seperti suap, gratifikasi dan lain-lain. Kita harus kawatir jaminan keamananan hakim dan aparat peradilan tidak memadai karena lebih dari sewindu gaji pokok hakim tidak ada kenaikan dan fasilitas keamanan dan kesejahteraan hakim yang diamanatkan oleh Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2012 belum dipenuhi semua. Kebijakan Mahkamah Agung tentang Pedoman Pemberian Jaminan Kesehatan Bagi Hakim pada Empat Lingkungan Peradilan yang Berada di Bawah Mahkamah Agung dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 184/KMA/SK.KP5.2/IX/2023 yang ditindaklanjuti oleh Sekretaris Mahkamah Agung menjadi harapan kesejateraan baru bagi para hakim.
Selain faktor keamanan dan kesejahteraan, kebutuhan akan SDM yang memiliki minat yang sama untuk membangun MA menjadi faktor penentu dapat terjadi atau tidaknya disrupsi di peradilan Indonesia. Rekrutmen hakim belum ada aturan yang jelas mekanisme penerimaannya, terakhir pada 2017 dengan mekanisme rekrutmen calon hakim, kemudian pada 2021 mekanisme melalui rekrutmen Analis Perkara Peradilan (APP) yang sampai saat ini belum diseleksi menjadi calon hakim. MA harus segera mendorong Peraturan Presiden tentang seleksi calon hakim diterbitkan.
Penutup
Paradigma disrupsi dunia peradilan Indonesia bergantung pada kesungguhan transformasi administrasi dan persidangan di pengadilan secara elektronik yang merupakan pembaruan dalam rangka mencapai cita-cita untuk mewujudkan proses peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, dengan tetap berpegang pada 10 prinsip pedoman perilaku hakim dan 7 nilai utama peradilan. Mewujudkan keadilan merupakan esensi dari pembentukan UU Kekuasaan Kehakiman, yakni UU No. 48 Tahun 2009. Ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman secara lugas menyatakan, “Pengadilan membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan”. Oleh karena itu Mahkamah Agung dan Pengadilan tidak boleh berhenti untuk senantiasa melakukan transformasi dalam proses peradilan. Selanjutnya paradigma tersebut menjadi terwujud apabila MA dan Pengadilan mendapatkan jaminan keamanan dan kesejahteraan yang yang memadai dan mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang cakap dan menguasai teknologi informasi serta memiliki passion yang kuat untuk membangun “industri” peradilan.
Dokumen
PARADIGMA DISRUPSI DALAM DUNIA PERADILAN INDONESIA.pdf
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Jakarta-Humas : Plt. Sekretaris Mahkamah Agung Sugianto, S.H., M.H menerima Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum (JDIH) award terbaik ke tiga katagori Kementerian / lembaga dari Jaringan Dokumentasi Informasi Hukum Nasional (JDIHN) yang langsung diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, pada hari Kamis, 12 Oktober 2023, bertempat dihotel Aston Kartika Grogol Hotel & Conference Center Jl. Kyai Tapa No.101, Jakarta Barat
JDIH Mahkamah Agung terbentuk sejak tahun 2012 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum Nasional, yang didalamnya pada Pasal 4 mengamanatkan kepada setiap kepala lembaga pemerintahan berkewajiban untuk membentuk suatu jaringan dokumentasi informasi hukum di lingkungannya. Pada tahun 2012, pengelolaan JDIH didukung dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung nomor 033A/KMA/SK/II/2012 tentang Pengelola Jaringan Dokumentasi Dan Informasi Hukum di Lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dan Empat Lingkungan Peradilan serta Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung nomor 014B/SEK/SK/II/2012 tentang Pembentukan Tim Pengelola Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Lingkungan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Empat Lingkungan Peradilan.
Seiring berjalannya waktu kedua keputusan tersebut dinilai sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengelolaan JDIHN secara tertib, terpadu, berkesinambungan, dan sebagai sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah, dan cepat. Pada tahun 2021, JDIH Mahkamah Agung melalui Biro Hukum dan Humas terus berinovasi melakukan pengembangan dan memperbarui JDIH Mahkamah Agung yang lebih komprehensif agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tahun 2022, Mahkamah Agung telah melakukan pembaruan JDIH versi 2.0.0 serta sosialisasi dasar hukum JDIH yang telah diperbaharui diikuti oleh seluruh satuan kerja secara daring dan luring.
Pengembangan JDIH terbaru diantaranya: Tampilan user interface/template, Pembaruan menu utama yang terdiri dari Beranda, Tentang Kami, Dokumen Hukum, JDIH Peradilan, Hubungi Kami, dan Berita. Dalam fitur Pencarian, didalamnya terdapat fitur pencarian yang lebih specific, Pembaruan metadata sesuai dengan standar produk hukum , Adanya preview dokumen yang lebih besar, Statistik Pengunjung, Terintegrasinya JDIH Mahkamah Agung dengan JDIH satuan kerja .
Untuk kedepan, JDIH Mahkamah Agung akan terus berupaya berinovasi untuk terus mempertahankan prestasi saat ini yaitu masuk ke dalam 5 besar. Dan untuk pengembangan selanjutnya akan fokus pada pembentukan JDIH versi mobile (Humas)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Labuan Bajo – Humas: Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi.
Terkait hal tersebut Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, Dr. Sunarto, S.H., M.H menyampaikan ada 3 hal yang perlu di optimalkan dalam pemberdayaan TIK di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya, yakni:
1. Meningkatkan Indeks SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) Mahkamah Agung.
Tahun 2020 indeks SPBE MA 2,89 dengan predikat baik, tahun 2021. Indeks SPBE MA turun menjadi 2,49 dengan predikat cukup. Dan tahun 2022 indeks SPBE MA meningkat mencapai 2,61 dengan predikat baik.
2. Penataan Aplikasi Agar Efektif dan Efisien.
Unit kerja eselon I perlu menata pengembangan aplikasi. Semangat yang diusung adalah kolaborasi dan bukan semata-mata kompetisi. Jika ada aplikasi yang bagus pada satuan kerja maka dapat dilakukan replikasi.
3. Pembangunan Aplikasi yang Terpadu.
Setiap kebijakan yang menyangkut pembangunan aplikasi dan Infrastruktur sarana prasarana harus dibahas melalui rapat pokja, sehingga dapat menghasilkan kebijakan dan pengendalian yang terpadu.
Hal tersebut disampaikan Sunarto dalam acara Pembinaan Teknis dan Administrasi bagi Empat Lingkungan Peradilan seluruh Indonesia yang dilaksanakan secara virtual pada Senin, 9 Oktober 2023 di Hotel Meruorah Labuan Bajo, yang di hadiri para Pimpinan Mahkamah Agung, para Hakim Agung, para Hakim Adhoc, para Pejabat Eselon I dan II di lingkungan Mahkamah Agung serta warga peradilan di wilayah Nusa Tenggara Timur.
Lebih lanjut Mantan Kepala Badan Pengawasan itu mengatakan Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Mahkamah AgungTahun 2022 Nomor 87.a/LHP/XVI/05/2023 tanggal 24 Mei 2023, dan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan Nomor 87.b/LHP/XVI/05/2023 tanggal 24 Mei 2023, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya yaitu penerapan aplikasi Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang belum memadai.
Di akhir sambutannya, WKMA mengajak seluruh insan peradilan, "Apapun pangkat, jabatan dan kedudukan kita, mari berkontribusi untuk lembaga dengan menjadi teladan". (enk/PN/photo: yrz).
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Labuan Bajo – Humas : sulit bagi kita untuk memulihkan kembali kepercayaan publik kepada lembaga peradilan jika masih ada di antara hakim atau aparatur peradilan yang masih melakukan tindakan penyimpangan, oleh karena itu pentingnya menjaga integritas, selain harus disadari oleh setiap hakim dan aparatur peradilan, juga harus didukung dengan sistem pengawasan yang baik. Seperti halnya kondisi keimanan yang ada pada diri kita, maka integritas seseorang juga bisa mengalami kondisi pasang surut, sehingga fungsi pengawasan sangat dibutuhkan untuk bisa memastikan bahwa setiap hakim dan aparatur peradilan dapat menjalankan tugasnya dengan baik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Hal ini disampaikan, Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H dalam kegiatan pembinaan pimpinan Pembinaan Teknis dan Administrasi Peradilan secara luring bagi Pimpinan, Hakim dan Aparatur Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan se-wilayah hukum Nusa Tenggara Timur dan diikuti secara daring oleh Pimpinan, Hakim, dan Aparatur Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan di seluruh Indonesia, pada hari Senin 9 Oktober 2023, bertempat diballroom hotel Meruorah, Labuan Bajo.
Lebih lanjut Ketua MA mengatakan Perma Nomor 8 Tahun 2016, setiap atasan langsung wajib melakukan pengawasan kepada bawahannya yang meliputi:
- Memantau, mengamati dan memeriksa pelaksanaan tugas agar berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan yang berlaku secara berdayaguna dan berhasilguna.
- Meminta laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas bawahan
- Mengidentifikasi dan menganalisis gejala-gejala dan penyimpangan serta kesalahan yang terjadi, menentukan sebab dan akibatnya serta cara mengatasinya.
- Merumuskan tindak lanjut dan mengambil langkah-langkah yang tepat sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan kewenangan pejabat/instansi yang terkait.
- Berkonsultasi kepada atasan langsungnya secara berjenjang dalam rangka meningkatkan mutu pengawasan yang dilakukannya.
Dan kewajiban pembinaan yang harus dilakukan oleh atasan langsung kepada bawahannya meliputi:
- Menjelaskan pembagian tugas, fungsi dan kewenangan bawahan dalam struktur organisasi di bawah kendalinya secara berkala.
- Menetapkan dan menyetujui sasaran kinerja bawahan serta memberikan penilaian dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas capaian kinerja bawahan.
- Menjelaskan, membuat dan menyepakati prosedur atau cara pelaksanaan pekerjaan atau kegiatan yang dinilai kurang jelas atau belum diatur secara khusus.
- Membina bawahan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.
“Sistem tanggung jawab berjenjang yang diatur dalam Perma Nomor 8 Tahun 2016 dan Maklumat Nomor 1/Maklumat/KMA/IX/2017 bersifat proporsional. Artinya, jika kewajiban pengawasan dan pembinaan telah dijalankan oleh atasan langsungnya, maka segala pelanggaran yang dilakukan oleh bawahannya akan menjadi tanggung jawab secara pribadi dari bawahannya, namun jika kewajiban pengawasan dan pembinaan tidak dijalankan, maka atasan langsungnya akan turut menerima sanksi dari perbuatan yang dilakukan oleh bawahannya”, ujar mantan Ketua Pengawasan.
Turut hadir dalam acara pembinan ini Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, para Ketua Kamar, Hakim Agung, Hakim Adhoc, pejabat Eselon I dan II dilingkungan Mahkamah Agung, Hakim Yustisial Mahkamah Agung dan Pimpinan, Hakim, dan Aparatur Peradilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan di seluruh Indonesia secara luring dan daring. (Humas)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Jakarta-Humas: Mahkamah Agung menyelenggarakan upacara Hari Kesaktian Pancasila, pada hari Senin, 2 Oktober 2023, bertempat dihalaman depan Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara no 9-13 Jakarta Pusat, dengan Pembina Upacara yaitu Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Dr. H. Sunarto, S.H., M.H
Pada upacara Hari Kesaktian Pancasila, diawali dengan pembacaan naskah Pancasila oleh Pembina Upacara yg diikuti oleh seluruh peserta upacara, dilanjutkan dengan pembacaan naskah Pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pembacaan Ikrar Kesaktian Pancasila, dan diakhiri dengan pembacaan doa.
Upacara ini diikuti oleh Pimpinan Mahkamah Agung, Hakim Agung, Hakim Adhoc, Hakim Yustisial, para Pejabat Eselon 1-4, para Pejabat Fungsional, para pegawai, dan para pengurus Dharmayukti Karini Mahkamah Agung.(Humas)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Sigli – Senin (02/10/23), Pengadilan Negeri Sigli melaksanakan Upacara Peringatan Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2023 (01 Oktober 2023), yang bertempat di halaman depan Gedung Kantor Pengadilan Negeri Sigli.
Bertindak sebagai Pembina Upacara Ibu Eliyurita, S.H., M.H. (Ketua Pengadilan Negeri Sigli), Pemimpin Upacara yakni Rizki Ramadhana (PPNPN). Upacara yang berlangsung pada pagi hari senin tersebut diikuti oleh seluruh Pegawai Pada Pengadilan Negeri Sigli. SELAMAT HARI KESAKTIAN PANCASILA "Pancasila Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Maju".Jakarta-Humas: Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H. melepas Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Dr. Suhadi, S.H., M.H. pada 29 September 2023 di ruang Conference Centre, gedung Mahkamah Agung, Jakarta. Suhadi merupakan pria kelahiran Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 19 September 1953. Tahun ini, Suhadi tepat berusia 70 tahun, maka sesuai Peraturan yang ada, mulai 1 Oktober 2023 mendatang ia memasuki usia pensiun, tugasnya sebagai Hakim Agung selesai sudah.
Suhadi telah menghabiskan waktu kurang lebih 43 tahun untuk berbakti kepada dunia peradilan. Karirnya sebagai hakim dimulai pada 1 November 1979. Profesi hakim pernah membawanya bertugas ke beberapa daerah di Indonesia, di antaranya ia pernah bertugas sebagai Ketua maupun Wakil di beberapa Pengadilan Negeri (PN), di antaranya yaitu PN Dompu, PN Manna, PN Takengon, PN Sumedang, dan lainnya. Puncak karirnya sebagai hakim ia raih yaitu saat ia dilantik sebagai hakim agung pada tanggal 9 November 2011.
Selain bertugas sebagai Hakim, Suhadi juga ditugaskan sebagai salah satu pimpinan di Mahkamah Agung. Pada tahun 2018, Suhadi dilantik menjadi Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung oleh Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H. Selain itu Suhadi juga pernah menjabat sebagai Juru Bicara Mahkamah Agung. Kecakapannya berorganisasi membawa Suhadi dipercaya menjadi Ketua Umum Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) selama dua periode yaitu periode 2016-2019 dan 2019-2022.
Gelar akademik Suhadi antara lain, Sarjana hukum diperoleh dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 1978, gelar magister ilmu hukum dari Universitas STIH IBLAM tahun 2002 dan gelar Doktor Ilmu Hukum diperoleh dari Universitas Padjajaran Bandung tahun 2015.
Prof. Syarifuddin menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Suhadi atas dedikasinya kepada dunia peradilan. Dalam sambutannya ia menyatakan Suhadi merupakan hakim karir yang terkenal gigih, tegas, dan berintegritas. Ia menyatakan bahwa ia akan merasa kehilangan dan sedih atas purnabaktinya Suhadi.
Pada kesempatan pelepasan tersebut ia mengungkapkan bangga dan bahagia bisa melepas Suhadi. Kebanggan itu dikarenakan Suhadi bisa melepas tugasnya dengan akhir yang baik, sehat, dan tanpa cela. Menurutnya, bisa lulus dengan tanpa cela, tanpa cacat merupakan prestasi gemilang. Hal tersebut merupakan harapan semua hakim.
Pada saat yang sama, orang nomor satu di Mahkamah Agung itu juga memohon maaf kepada Suhadi jika selama bersama baik dalam urusan kedinasan maupun pribadi terdapat kesalahan pada ucapan maupun tindakan.
“Selamat memasuki masa pensiun, semoga Pak Suhadi dan istri bisa menikmati masa-masa pensiun dengan sehat dan bahagia bersama anak, cucu, dan keluarga besar,” ujarnya.
Acara dihadiri oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, para Ketua Kamar Mahkamah Agung, para pejabat eselon 1 dan 2 Mahkamah Agung, dan lainnya. (azh/RS/photo:Adr)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Jakarta-Humas: Perkembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, telah memberikan banyak manfaat dalam memudahkan pekerjaan dan menghasilkan sesuatu yang lebih efektif dan efisien. Meskipun begitu, kehadiran AI juga memunculkan Kecemasan, terutama karena AI terbukti dapat meniru cara berpikir manusia dan mengerjakan banyak pekerjaan manusia. Kecemasan tersebut salah satunya diutarakan mahasiswa yang bercita-cita ingin menjadi hakim.
Abidzar Namanya, mahasiswa semester satu pada Fakultas Hukum dan Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia merupakan salah satu peserta MA Goes To Campus yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung di kampusnya. Ia yang bercita-cita menjadi hakim menjadi cemas, setelah sebelumnya ia mendapat penjelasan bahwa AI sudah digunakan oleh Mahkamah Agung dalam proses bersidang.
“Apakah profesi hakim bisa digantikan oleh AI,” tanya Abidzar kepada para narasumber pada acara Mahkamah Agung Goes To Campus, pada Rabu, 27 September 2023 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sebagaimana diketahui bahwa hampir seluruh proses berperkara di Mahkamah Agung dan Empat Lingkungan Peradilan di seluruh Indonesia sudah menggunakan teknologi. Terlebih di Mahkamah Agung kini sudah memiliki Smart Majelis, aplikasi robotika berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk memilih majelis hakim secara otomatis, dengan menggunakan berbagai faktor antara lain pengalaman, kompetensi dan beban kerja hakim, mempertimbangkan jenis perkara yang akan diadili agar para hakim yang dipilih memiliki keahlian yang sesuai dengan perkara yang ditangani.
Menjawab pertanyaan tersebut, Hakim Yustisial Biro Hukum dan Humas Dr. Riki Perdana Waruwu menyampaikan bahwa di antara banyaknya profesi yang bisa digantikan oleh AI, hakim merupakan profesi yang tidak bisa digantikan oleh robot.
Ia menjelaskan bahwa ada tiga jenis keadilan yang melekat pada hakim saat menangani perkara. Pertama keadilan hukum (legal justice), kedua keadilan moral (moral justice) dan ketiga keadilan sosial (social justice).
Sekalipun kini, Mahkamah Agung memiliki pedoman dalam mengadili perkara Tipikor untuk pasal 2 dan pasal 3. Memang, secara AI itu bisa dilihat unsur keadilan hukumnya, seperti berapa tahun layak untuk dihukum, berapa kerugian negara yang disebabkan, dan seberapa besar dampaknya. Namun, untuk keadilan moral dan keadilan sosial itu melekat pada hakim berdasarkan pengalamannya, intuisinya dan kemudian bagaimana hakim bisa melihat keadilan yang ada di masyarakat yang tentu harus di kerjakan sendiri oleh sang hakim.
Senada dengan Riki, Hakim Yustisial Kepaniteraan Dr. Abdurrahman Rahim mengatakan bahwa ada tiga 3 hal yang tidak bisa dilakukan oleh AI. Pertama, memberikan kemanfaatan karena AI tidak bisa mempertimbangkan. Kedua, AI tidak bisa memberikan keadilan meskipun telah menggunakan algoritma, dan ketiga, AI tidak bisa mempertimbangkan bagaimana kemanfaatan dalam suatu masalah.
AI menurutnya, dalam proses berperkara hanya bisa melaksanakan teknik administrasi berperkara, seperti membuat putusan dengan rapih, lancar, dan bisa terbaca. Tetapi, dalam memberikan keputusan AI tidak bisa, karena hakim dalam memutus perkara menggunakan hati Nurani sedangkan AI tidak memiliki hati Nurani.
Pimpinan Redaksi Liputan Enam Irna Gustiawati yang juga hadir sebagai narasumber menambahkan bahwa hampir semua profesi akan bisa digantikan oleh AI termasuk jurnalisme, namun untuk profesi hakim, ia menegaskan tidak bisa digantikan.
KUASAI TEKNOLOGI DAN TINGKATKAN INTEGRITAS
MA Goes To Campus merupakan kegiatan yang diselenggarakan Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung bekerja sama dengan Emtek Digital. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan Mahkamah Agung, tugas fungsinya, serta profesi yang bisa digeluti oleh para mahasiswa jurusan hukum kepada para mahasiswa hukum di seluruh Indonesia. Kegiatan ini juga diharapkan mampu menarik minat para mahasiswa terbaik untuk menjadi hakim dan aparatur peradilan lainnya. Sebelumnya, MA Goes To Campus juga telah dilaksanakan di Purwokerto, Bandung, dan Yogyakarta
Hadir pada acara MA Goes To Campus ini Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Dr. Sobandi, S.H., M.H., Rektor UIN Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar MA Ph.D., Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Kamarusdiana, M.H.
Dalam sambutan pembukaannya, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Dr. H. Sobandi, S.H., M.H. menyampaikan bahwa semua mahasiswa di seluruh Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk bergabung di Mahkamah Agung. Syaratnya, menurut Sobandi adalah selain harus bisa menguasai teknologi dan informasi juga harus menjungjung tinggi integritas.
“Kita hidup di era Society 5.0. di mana manusia semakin bergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, tanpa integritas, kemampuan semumpuni apapun, tidak akan ada nilainya. Maka kuasailah IT dan pegang teguh integritas,” tegasnya di hadapan ratusan peserta.
Dalam kesempatan yang sama Rektor UIN Syarif Hidayatullah menyampaikan pentingnya literasi hukum bagi para mahasiswa. Karena menurutnya literasi hukum merupakan pondasi dasar bagi pembentukan masyarakat yang adil dan demokratis.
Acara MA Goes To Campus ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa hukum dari Fakultas Hukum dan Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Acara diakhiri dengan menonton film Pesan Bermakna Bersama. (azh/RS/photo:Adr & Yrz)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Jakarta-Humas: Anti-SLAPP (Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation) merupakan konsep yang menjamin perlindungan hukum masyarakat untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian serius kita bersama, karena persoalan lingkungan bukan hanya berbicara tentang kondisi saat ini, melainkan tentang kelangsungan generasi anak cucu kita di masa yang akan datang. Setiap mahluk hidup memiliki hak untuk berada dan tinggal di lingkungan yang baik dan sehat, termasuk generasi setelah kita yang hidup di masa yang akan datang juga memiliki hak yang sama dengan kita saat ini.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H., M.H., saat membuka secara resmi acara peluncuran buku Kebijakan Anti SLAPP & Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kamis, 7 September 2023 di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta. Buku tersebut merupakan karya Hakim Agung Kamar Perdata Dr. Nani Indrawati, S.H., M.Hum.
Lebih lanjut Ketua Mahkamah Agung menyatakan sekalipun lembaga Anti SLAPP secara normatik telah diatur secara tegas dalam ketentuan undang-undang, namun implementasinya banyak menemui kendala dan hambatan. Hal tersebut karena sampai saat ini tindakan kriminalisasi, intimidasi, dan gugatan terhadap para pejuang dan aktivis lingkungan hidup tetap saja terjadi, bahkan jumlahnya dari tahun ke tahun cenderung terus meningkat.
“Oleh karena itu, saya berpandangan, bahwa pembahasan tentang lembaga Anti SLAPP ini bukan hanya semata-mata membicarakan tentang norma hukum positif yang ada dalam undang-undang, namun juga sebagai sebuah upaya dan gerakan yang harus kita lakukan bersama untuk menyelamatkan bumi dan lingkungan tempat kita tinggal agar tetap baik dan sehat, sampai dengan di kehidupan generasi yang akan datang,” katanya.
Mahkamah Agung, menurut Guru Besar Universitas Diponegoro tersebut, pada tahun 2013 telah menerbitkan SK KMA Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup yang di dalamnya mengatur tentang ketentuan Anti SLAPP.
Baru-baru ini, ia menambahkan, Pokja Lingkungan Hidup di Mahkamah Agung baru saja selesai membahas Rancangan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup yang sekarang masih dimintakan pengesahan ke Kementerian Hukum dan HAM. Rancangan Perma tersebut merupakan penyempurnaan dari SK KMA Nomor 36/KMA/SK/II/2013 yang secara substansi sudah memerlukan penyesuaian dengan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup yang baru. Sekarang, tidak lagi dalam bentuk Keputusan Ketua Mahkamah Agung, melainkan ditingkatkan menjadi Peraturan Mahkamah Agung agar memiliki daya mengikat yang lebih kuat.
Diperlukan adanya sosialisasi dan pemahaman secara lebih intens kepada para penegak hukum dan steakholder supaya dapat mempedomani ketentuan tentang Anti SLAPP dalam setiap penanganan perkara lingkungan hidup, sehingga para pejuang dan aktivis lingkungan hidup tidak lagi dibayang-bayangi oleh kecemasan dan ketakutan dalam melakukan tugasnya untuk memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup.
Hadir sebagai pembicara dalam talkshow membahas buku tersebut yaitu, Ketua Kamar Perdata I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H., Ketua Kamar Pidana Dr. H. Suhadi, S.H., M.H., CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Dr. Achmad Santosa, S.H., L.L.M dan Anggota Komisi III DPR RI Bapak Dr. Hinca IP. Panjaitan.
Kegiatan Talkshow ini selain diikuti secara langsung oleh para Hakim Agung, Hakim Ad Hoc dan para pejabat di Mahkamah Agung, juga dihadiri secara daring oleh Para Pimpinan Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama, Para Hakim Lingkungan pada Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, Para Dosen, kelompok civil society yang bergerak di bidang lingkungan hidup, dan lainnya. (azh/RS/photo: Sno)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id
Sigli – Senin (04/09/23), Pengadilan Tinggi Banda Aceh melaksanakan kegiatan Pengawasan dan Surveillance Zona Integritas (ZI) dan Akreditasi Penjaminan Mutu (APM) pada Pengadilan Negeri Sigli yang dilaksanakan secara virtual melalui Aplikasi Zoom Meeting.
Kegiatan Pengawasan dan Surveillance secara daring ini dipimpin oleh Hakim Tiggi Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Syamsul Qamar, S.H., M.H. selaku Ketua Tim Assesor, didampingi oleh Hakim Tinggi Pengawas Daerah, Pandu Budiono, S.H.,M.H., dan Pelaksana, Nurnajmiati, S.H. yang juga sebagai Analis Perkara Peradilan di Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sigli Ibu Apri Yanti, S.H., M.H. dalam hal ini menggantikan Ketua Pengadilan Negeri Sigli menyampaikan kata sambutan dalam acara pembukaan Pengawasan & Surveillance ZI & APM yang digelar secara virtual tersebut.
Usai Opening Meeting, selanjutnya Tim Assesor Pengadilan Tinggi Banda Aceh melaksanakan Pengawasan secara menyeluruh baik dari Top Manajer, Para Hakim, Struktural dan Fungsional sesuai dengan checklist APM yang diberikan sebelumnya.
Setelah hasil pengawasan selesai, Ketua Tim Asesor menyampaikan bahwa Pengadilan Negeri Sigli sudah sangat baik dalam melaksanakan kegiatan sehingga dalam hasil Pengawasan hanya ada sedikit temuan yang sifatnya dapat di tindaklanjuti segera sehingga Ketua Tim Assesor mengapresiasi kinerja pimpinan dan seluruh jajaran warga Pengadilan Negeri Sigli dalam melaksanakan tugas.