Jakarta-Humas: Dalam rangka meramaikan hari Kartini, Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) menyelenggarakan Dialog Internasional dengan tema #BreakTheBias: Kebijakan yang Mendorong Peningkatan Peran Kepemimpinan Perempuan di Pengadilan pada Kamis, 21 April 2022 secara hybrid. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Mahkamah Agung dengan Federal Circuit & Family Court of Australia (FCFCOA).
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Mahkamah Agung menyampaikan bahwa kepemimpinan perempuan di pengadilan sangat penting. Hal ini, menurutnya didasari dalam dua alasan.
Pertama, keragaman atau diversity dalam kepemimpinan pengadilan dibutuhkan untuk memungkinkan kebijakan yang diambil oleh Mahkamah Agung dapat mewakili pandangan masyarakat yang lebih luas. Yaitu, pandangan dari perspektif berbagai kelompok dalam masyarakat,dan bukan hanya diwarnai oleh perspektif dari kelompok mayoritas atau kelompok yang memiliki kekuatan sosial dan ekonomi lebih besar dalam masyarakat.
Kebijakan-kebijakan Mahkamah Agung menurutnya, juga harus melayani mereka yang termasuk dalam kelompok rentan. Yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat miskin, serta minoritas etnis dan agama.
Sementara itu alasan kedua menurut Guru Besar Universitas Diponegoro tersebut, yaitu keragaman dalam kepemimpinan pengadilan, merupakan refleksi atas keragaman dari peradilan itu sendiri. Di mana keragaman dalam susunan dan komposisi hakim merupakan salah satu komponen penting yang diharapkan dalam penyelenggaraan peradilan yang adil dan tidak memihak.
Ketua Mahkamah Agung menyatakan komitmennya untuk pengadilan yang beragam dengan meningkatkan pemberian ruang dan peran bagi hakim perempuan di pengadilan. Hal ini sesuai dengan Tujuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (Sustainable Development Goals/SDG).
Meskipun begitu, Hakim asal Baturaja tersebut menyadari bahwa representasi hakim perempuan dalam peradilan di Indonesia belumlah ideal. Demikian pula representasi atau komposisi kepemimpinan hakim perempuan pada pengadilan-pengadilan.
Namun ia menegaskan bahwa Mahkamah Agung akan terus mengupayakan perbaikan dalam keseimbangan gender di pengadilan untuk mewujudkan peradilan yang inklusif dan lebih memenuhi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat Indonesia di masa kini.
Ia menambahkan beberapa upaya yang akan dilakukan adalah penggunaan analisis gender dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait personil dan organisasi Mahkamah Agung secara lebih luas, penyajian data gender terpilah dalam setiap pelaksanaan fungsinya, program pelatihan gender-based analysis dan gender-impact assessment untuk pejabat-pejabat di lingkungan Mahkamah Agung, terutama yang bertanggung jawab dalam perencanaan program dan anggaran, serta pembinaan dan pengembangan sumber daya aparatur serta peningkatan pemahaman dan pengetahuan terkait gender yang akan diintrodusir dalam kriteria dan mekanisme penilaian kinerja serta promosi aparatur Mahkamah Agung.
Dialog internasional itu menghadirkan para pembicara yaitu, Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Prof. Dr. Takdir Rahmadi, S.H., LL.M, Presiden International Association of Women Judges (IAWJ) Susan Glazebrook, dan hakim agung Perempuan pertama dari Pakistan Ayesha Malik.
Webinar yang dimoderatori oleh Astriani, S.H., MPPM., ini juga menghadirkan para penanggap yang terdiri atas, Ketua Kamar Agama MA RI Prof. Dr. Amran Suadi, S.H., M.H., Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA RI Prof. Dr. Supandi, S.H., M.H., Ketua Kamar Perdata MA RI I Gusti Agung Sumanatha,S.H., M.H., Ketua Kamar Militer MA RI Dr. Burhan Dahlan, S.H., M.H., Hakim Agung Desnayeti, S.H., M.H., Direktur Jenderal Militer dan TUN Luluk Tri Cahyaningrum, S.H., M.H., serta mantan hakim Agung FCCOA Judy Ryan. (azh/RS)
Sumber : www.mahkamahagung.go.id