Reformasi Birokrasi mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka memajukan negara dalam berbagai sektornya, khususnya pada aspek peningkatan pelayanan publik. Oleh karenanya, penjalanan Reformasi Birokrasi haruslah dijalankan oleh seluruh lingkup Pemerintahan baik dalam sektor eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sebagaimana dikutip dalam laman website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Reformasi birokrasi sendiri pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Mahkamah Agung sebagai salah satu unsur utama kekuasaan yudikatif, sangatlah menekankan pada aspek pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Hal tersebut tercermin sebagaimana dalam Road Map Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia 2015-2019. Dijelaskan sebagaimana dalam Road Map Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung tersebut bahwa, dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB), Mahkamah Agung memandang bahwa Reformasi Birokrasi adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari reformasi peradilan. Oleh karenanya pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Mahkamah Agung menempati prioritas penting dalam upaya mencapai visi Mahkamah Agung, yaitu “Menjadi Badan Peradilan yang Agung”. Mahkamah Agung telah sangat menyadari bahwa sebenarnya pekerjaan terberat dalam perubahan tersebut terletak pada aspek perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) segenap aparatur badan peradilan.
Bahwa adanya upaya melakukan perubahan, khususnya pada aspek pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) segenap aparatur badan peradilan, terlihat dari keseriusan Mahkamah Agung dalam melakukan perubahan atau pembaruan di semua aspek secara hampir bersamaan melalui 8 (delapan) area perubahan, yaitu :
- Area I Manajemen Perubahan
- Area II Peraturan Perundang-undangan
- Area III Organisasi
- Area IV Tatalaksana
- Area V Manajemen Sumber Daya Manusia
- Area VI Akuntabilitas
- Area VII Pengawasan
- Area VIII Pelayanan Publik
Bahwa melalui penekanan utama terhadap 8 (delapan) area perubahan sebagaimana di atas, Mahkamah Agung juga mempunyai sasaran dalam hal upaya peningkatkan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik yang mana sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi. Bahkan dalam Pembukaan Acara Pendalaman Zona Integritas Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan Di Bawahnya Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), Sekretaris Mahkamah Agung, Bapak Achmad Setyo Pudjoharsoyo, menyampaikan bahwa reformasi birokrasi di Mahkamah Agung haruslah dijalankan dengan baik, dan jangan hanya sekedar bersifat formalitas dalam mengumpulkan evidence (bukti dukung), akan tetapi harus juga meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
Sekretaris Mahkamah Agung juga mengingatkan, bahwa Reformasi Birokrasi bukan berarti semata-mata berbangga dengan menjadi pengadilan yang modern, tetapi yang paling penting adalah komitmen kuat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karenanya, setiap Pengadilan diwajibkan melakukan pembangunan zona integritas dalam rangka menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
Sehubungan dengan hal di atas, Pengadilan Negeri Sigli sebagai jajaran lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung senantiasa mendukung dan berkomitmen penuh melaksanakan Reformasi Birokrasi yang telah dicanangkan oleh Mahkamah Agung. Perubahan-perubahan yang telah coba diterapkan tersebut, diantaranya dilakukan dalam aspek perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) yang mana bekerja harus dilakukan dengan sepenuh hati, ikhlas, dan profesional oleh segenap aparatur badan peradilan. Hal tersebut secara garis besarnya sebagaimana tercermin pada motto Pengadilan Negeri Sigli, yaitu “SEHAT” (Sederhana, Efektif, Handal, Akuntabel, dan Transparan).
Motto tersebut di atas, tidaklah hanya sekedar slogan belaka, melainkan telah coba senantiasa secara konsisten untuk diterapkan dalam seluruh kegiatan sehari-harinya. Salah satu wujud konkritnya adalah dengan telah dilaksanakannya penerapan Zona Integritas di Pengadilan Negeri Sigli. Dimana Pengadilan Negeri Sigli telah berupaya keras membangun dan senantiasa berkomitmen untuk menerapkan Zona Integritas. Pembangunan Zona Integritas tersebut dilakukan agar Pengadilan Negeri Sigli dapat menjadi Wilayah Yang Bebas Dari Korupsi (WBK) Dan dapat menjadi Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Sehingga dengan demikian, maka harapannya zona integritas bukanlah lagi menjadi slogan semata, melainkan sudah menjadi suatu bukti/wujud dari keseriusan dan komitmen dari segenap perilaku Aparatur Pengadilan Negeri Sigli guna mewujudkan tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam rangka mewujudkan visi Mahkamah Agung untuk dapat menjadi Badan Peradilan Yang Agung.